Translate

Kisah Pencuri Ahli fiqih


Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh saudara saudarikusobat asa blog yang kucintai karena Allah subhanawataalla. Kali ini Asablog   ingin menjawab keinginan sahabatuntuk membaca cerita cerita yang berbau keislaman yang insyaallah dapatmeningkatkan keimanan kita,amin.
Berikut salah satu ceritanya, selamat membaca kawan . ⌂_⌂

Mukaddimah 

Sejenak sebelum membaca semua isinya, barangkali dari judulnya saja sudahmengundang keingin-tahuan anda, benarkah ada maling yang ahli fiqih.? 
Kedengarannya aneh, kok ada maling yang bisa jadi ahli fiqih? Kenapa ia bisamelakukana hal itu? Siapakah ia sebenarnya? 
Untuk menjawabnya, silahkan simak kisahnya! 


Dikisahkan bahwa suatu malam, seorang Qadli dari Anthokia pergi ke sawahmiliknya namun tatkala baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba ia dihadangoleh seorang maling yang membentak, “Serahkan semua yang engkau miliki.! Kalautidak, aku tidak akan segan-segan berbuat kasar terhadapmu.!” 

“Semoga Allah menolongmu. Sesungguhnya para ulama itu memiliki kehormatan. Danaku adalah seorang Qadli negeri ini, karena itu lepaskan aku,” kata Qadli 

“Alhamdulillah, karena Dia telah memberikan kesempatan kepadaku untuk bertemudengan orang sepertimu. Aku sangat yakin bahwa kamu bisa kembali ke rumahdengan pakaian dan kendaraan yang serba berkecukupan. Sementara orang selainmubarangkali kondisinya lemah, faqir dan tidak mendapatkan sesuatu pun,” jawab simaling 

“Menurutku, kamu ini orang yang berilmu,” selidik Qadli 
“Benar, sebab di atas setiap orang yang ‘alim ada yang lebih ‘Alim,”jawabnyatenang 

“Kalau begitu, apa katamu tentang hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW,‘Dien itu adalah Dien Allah, para hamba adalah para hamba Allah dan as-Sunnahadalah sunnah-Ku; barangsiapa yang membuat-buat sesuatu yang baru (bid’ah),maka atasnya laknat Allah.’ Maka, memalak dan merampok adalah perbuatanbid’ah dan aku menyayangkan bila kamu masuk dalam laknat ini,” kata Qadlimengingatkan 

“Wahai tuan Qadli, ini hadits Mursal (bagian dari hadits Dla’if), periwayatnyatidak pernah meriwayatkan dari Nafi’ atau pun dari Ibn ‘Umar. Kalau pun akumengikuti kamu bahwa hadits itu shahih atau terputus, maka bagaimana dengannasib si maling yang amat membutuhkan, tidak memiliki makanan pokok(keseharian) dan tidak dapat pulang dengan berkecukupan. Sesungguhnya hartayang bersamamu itu halal bagiku. Malik meriwayatkan dari Nafi’ dari Ibn ‘Umarbahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Andaikata dunia itu ibarat darah segar,niscaya ia halal menjadi makanan pokok kaum Mukminin.’ Tidak terdapatperbedaan pendapat di kalangan seluruh ulama bahwa seseorang boleh menghidupidirinya dan keluarga (tanggungan)-nya dengan harta orang selainnya bila iakhawatir binasa. Demi Allah, aku takut diriku binasa sementara harta yang adabersamamu dapat menghidupiku dan keluargaku, maka serahkanlah ia lalu pergilahdari sini dengan selamat,” ujar si maling 

“Kalau memang demikian kondisimu, biarkan aku pergi dulu ke sawahku agarsinggah ke penginapan para budak dan pembantuku untuk mengambil sesuatu yangdapat menutupi auratkku. Setelah itu, aku akan serahkan kepadamu semua apa yangbersamaku ini,”kata Qadli beralasan 

“Tidak mungkin, tidak mungkin.! Orang sepertimu ini ibarat burung di dalamsangkar; bila sudah terbang ke udara, lepaslah ia dari genggaman tangan. Akukhawatir bila membiarkanmu pergi, kamu tidak bakal memberikan sesuatu punkepadaku,” kata si maling lagi 

“Aku bersumpah untukmu bahwa aku akan melakukan itu,” kata Qadli mempertegas 

“Malik menceritakan kepada kami dari Nafi’, dari Ibn ‘Umar bahwa Rasulullah SAWbersabda, ‘Sumpah orang yang dipaksa (terpaksa) tidak menjadi kemestian(tidak berlaku).’ Allah Ta’ala berfirman, ‘Kecuali orang yang dipaksa sementarahatinya mantap dengan keimanan.’ Aku khawatir nanti kamu menakwil-nakwilterhadap perkaraku ini, karena itu serahkan saja apa yang ada bersamamu itu.!”tegas si maling seakan tidak mau berkompromi 

Maka, sang Qadli pun memberinya kendaraan dan pakaian tetapi tidak menyerahkancelananya. Lalu si maling berkata, 
“Serahkan juga celana itu, ini harus.!” 

“Sesungguhnya sekarang sudah waktunya shalat padahal Rasulullah SAW bersabda, ‘Celakalahorang yang melihat aurat saudaranya.’ Sekarang ini, sudah waktunya shalatsementara orang yang telanjang tidak boleh shalat sebab Allah berfirman, ‘Ambillahhiasan kamu setiap pergi ke masjid.’ Dikatakan bahwa tafsir ‘hiasan’tersebut adalah pakaian ketika akan shalat,” sang Qadli mulai berargumentasi 

“Adapun mengenai shalat kamu itu, maka hukumnya sah. Malik menceritakan kepadakami, dari Nafi’, dari Ibn ‘Umar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang-orangyang bertelanjang melakukan shalat dengan berdiri sedangkan imam mereka beradadi posisi tengah.’ Malik berkata, ‘Mereka tidak boleh shalat dengan berdiritetapi shalat secara terpisah-pisah dan saling berjauhan hingga salah seorangdari mereka tidak bisa melihat kepada aurat sebagian yang lainnya. Sedangkanmenurut Abu Hanifah, ‘mereka shalat dengan duduk.’ Sementara mengenai haditsyang kamu sebutkan itu, maka ia adalah hadits Mursal dan andaikata akumenyerah kepada dalilmu, maka itu dapat diarahkan kepada makna ‘memandangdengan syahwat.’ Sedangkan kondisimu saat ini adalah kondisi terpaksa bukanbebas, dapat memilih. Bukankah engkau tahu bahwa wanita boleh mencuci farji(kemaluan)-nya dari najis padahal tidak dapat menghindar dari melihatnya.?Demikian juga dengan seorang laki-laki yang mencukur bulu kemaluannya, orangyang menyunat dan dokter. Bila demikian keadaannya, maka ucapan sang Qadlitidak berlaku,” sanggah si maling yang ahli fiqih ini 

“Kalau begitu, kamulah Qadli sedangkan aku hanyalah seorang yang disidang(mustaqdla), kamulah Ahli Fiqih sedangkan aku hanya orang yang meminta fatwadan kamulah Mufti sebenarnya. Ambillah celana dan pakaian ini.” aku sang Qadlimengakhiri debat itu 

Lalu si maling yang ahli fiqih itu mengambil celana dan pakaian tersebut,kemudian berlalu. Sementara Qadli masih berdiri di tempatnya hingga akhirnyaada orang yang mengenalnya. 

Qadli berkata, “Sesungguhnya ia adalah seorang ahli fiqih yang disanjung. Namunmasa membuatnya pensiun hingga akhirnya melakukan apa yang telah dilakukannyatersebut.” 

Akhirnya, sang Qadli mengutus seorang utusan kepadanya, memuliakannya sertamenyuplai kebutuhan hidupnya. 

(SUMBER: Mi`ah Qishsshah Wa Qishshah Fii Aniis ash-Shaalihiin Wa Samiiral-Muttaqiin karya Muhammad Amin al-Jundy, juz.II, h.62-65) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar