Oleh: Dr. Muhammad Syafii Antonio
Dalam proses tender, praktik suap kerap kali dilakukan oleh para calon kontraktor untuk memenangkan tender tersebut. Bagaimana sesungguhnya status kehalalan (atau keharaman) gaji dan upah pegawai badan usaha kontraktor tersebut, yang pendapatan usaha pokoknya adalah jelas-jelas dari pemenangan proyek, pengerjaan proyek, penyerahan proyek, dan penerimaan termin pembayaran proyek. Bagaimana hukum syariahnya, pandangan manfaat/mudharat-nya?
Penjelasan: Dalam hal mencari nafkah dan rezki sangat jelas perbedaan antara yang halal dan haram. Suatu usaha dan perbuatan yang dilakukan dengan cara bathil atau dapat menimbulkan kerugian terhadap orang lain juga diri sendiri seperti, penipuan, pencurian, korupsi dll adalah suatu hal yang sudah jelas dilarang. Hal ini dengan tegas dilarang dalam surah albaqarah ayat 188:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.“
Adapun usaha yang halal adalah segala usaha yang diizinkan dan dibolehkan Allah juga mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia, seperti jual beli, menjadi karyawan, pemberian jasa-jasa yang dihalalkan dll.
Bekerja dalam Islam adalah ibadah kepada Allah taa’la. Oleh karenanya, aspek halal dan haram wajib diperhatikan. Dalam sebuah hadis nabi disebutkan, “tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari sumber yang haram, dan setiap daging yang tumbuh kembang dari yang haram, maka neraka yang tepat baginya.” (HR Thabrani).
Praktik suap pernah disinggung oleh Rasulullah dengan istilah yang digunakan adalah risywah, Disebutkan dalam sebuah hadis yang masyhur, “Rasulullah melaknat (mengutuk) orang yang memberi dan menerima suap.” (HR Abu Dawud dan Tirmizi).
Risywah tidaklah sama dengan hadiah. Hadiah motifnya adalah hubungan kasih sayang dan cinta. Disebutkan dalam sebuah hadis, “saling memberikan hadiah di antara kalian dapat menumbuhkan kecintaan”. ( HR Malik ). Sementara risywah bertujuan untuk memenangkan yang bathil dan mengalahkan yang haq.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain, apakah perusahaan tersebut menjalankan 100% bisnisnya dengan cara risywah? Atau hanya sebagian saja. Ulama berpendapat jika seorang bekerja di sebuah perusahaan yang bercampur antara yang halal dan yang haram, maka hendaknya seorang muslim fokus kepada pekerjaan yang halal saja, meskipun demikian dia harus berusaha untuk menghindari diri dari tolong menolong dalam kemunkaran dan perbuatan dosa. Untuk menghindari dari syubhat, lebih baik kita mencari rezki dan nafkah dari sumber yang kita yakini kehalalanya.
Dan hendaknya kita yakin bahwa rezki kita adalah hak preogratif Allah subhanahu wataala dalam surah 51 ayat 22 -23, ”Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.”
Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “tidak akan mati seorang hamba sehingga ia telah menyempurnakan rezki dan ajal yang telah ditentukan maka bertaqwalah kepada Allah dan mintalah dengan baik, ambil yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR Ibnu Majah dan Bayhaqiy)
wallahu a’lam bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar