Setiap musibah ternyata selalu memberikan hikmah tersendiri. Ledakan bom di hotel JW Marriot adalah salah satu contohnya. Banyak eksekutif yang merasa was-was untuk pergi makan siang, apalagi berperilaku ”macam-macam” pada jam makan siang. Tidak sedikit pula yang kembali menekuni agama.
Seorang eksekutif mengirimkan e-mail berjudul ”Betapa Dekatnya Kita dengan Maut.” Ia bercerita mengenai suaminya yang luput dari tragedi itu. Ia pun berpesan kepada teman-temannya untuk benar-benar menghargai waktu yang ada dan hidup rukun dengan orang-orang yang kita sayangi. ”Kita tidak pernah tahu bagaimana akhir perjalanan hidup kita,” ujarnya.
Seorang sekretaris yang luput dari kejadian itu juga mengirimkan e-mail bernada serupa. Siang itu ia bersama 29 sekretaris dari berbagai perusahaan memenuhi undangan pihak hotel untuk makan siang di Kafe Syailendra. Namun, makan siang tersebut tertunda karena anggota rombongan masih ingin melihat beberapa area hotel. Di saat itulah bom meledak. Kafe Syailendra hancur. Pada saat-saat kritis itulah di tengah reruntuhan kaca, bau mesiu, lumuran darah, suara sirene dan histeris dari semua orang ia benar-benar merasakan kehadiran Tuhan.
Mengingat kematian memang merupakan cara paling efektif untuk menjadi sadar dan terbangun. Inilah satu-satunya hal yang paling pasti di dunia ini. Kematian juga tidak ada kaitannya dengan usia, kesehatan, dan jenis pekerjaan. Karena itu, siapapun Anda, Anda begitu dekat dengan kematian!
Sayang, kesadaran seperti ini seringkali hilang seiring dengan berjalannya waktu. Kita mulai melupakannya, tenggelam dalam rutinitas, dan kembali ”tertidur” sampai sebuah musibah lain datang kembali ”membangunkan” kita.
Persoalannya, kenapa kita sering berada dalam keadaan ”tertidur?” Kita sering tertidur karena kita tidak berusaha menyelami diri kita sendiri. Kita tidak terbiasa berkaca, melihat ke dalam diri, dan melakukan refleksi. Kita ”bangun” hanya karena terkejut, kemudian kita pun ”tertidur” kembali. Memang, selama Anda tidak dapat menyelami diri sendiri, rutinitas dan keseharian Anda akan segera menutup celah untuk meniti ke dalam diri. Dan, peristiwa-peristiwa yang mengagetkan tadi akan segera terlupakan.
Untuk melakukan perjalanan ke dalam, kita memang harus meluangkan waktu untuk merenung dan mengambil jarak dari kesibukan kita. Lihatlah diri Anda sendiri, dan tanyakan tiga pertanyaan penting: ”Siapakah aku?,” ”Mengapa aku ada di sini?,” dan ”Kemana aku akan pergi?” Dengan menjawabnya Anda akan menemukan makna hidup ini. Dan, begitu menemukannya, Anda akan merasa tenang dan lapang. Anda dapat melihat dunia dengan kacamata yang berbeda. Dan yang pasti, Anda kini sudah benar-benar hidup!
Manusia memang telah diciptakan dengan sempurna. Buktinya, semua perlengkapan yang kita perlukan untuk hidup bahagia sudah ada dalam diri kita sendiri. Bahkan, semua jawaban terhadap persoalan apapun sudah tersedia di sana.
Kekayaan batin yang kita miliki luar biasa banyaknya. Sayang, banyak orang yang tidak menyadari hal ini. Mereka sibuk mengumpulkan benda, uang, jabatan. Mereka menyangka akan lebih bahagia bila memiliki lebih banyak harta. Namun, kenyataannya tidaklah demikian. Mereka selalu merasa kurang.
Bahkan, semakin menumpuk kekayaan, semakin mereka ingin lebih dan lebih lagi. Orang seperti ini sesungguhnya adalah orang yang miskin. Orang ”kaya” yang sebenarnya adalah mereka yang membutuhkan paling sedikit. Mereka sudah cukup puas karena telah menemukan kekayaan berlimpah di dalam diri mereka sendiri. Mereka benar-benar sadar bahwa permata yang asli terdapat di dalam jiwa kita sendiri.
Semua kekayaan yang kita butuhkan untuk hidup bahagia sudah tersedia di dalam diri kita. Kalaupun kita masih membutuhkan hal-hal di luar itu, jumlahnya tidak banyak. Kalau Anda memiliki sandang, pangan, dan papan saja, itu sudah cukup! Bukannya saya hendak menghibur Anda, apalagi diri saya sendiri. Saya hanya mengatakan yang sebenarnya. Apa yang Anda miliki itu sudah cukup. Sangat cukup untuk hidup bahagia.
Ini bukan berarti kita tidak boleh mengumpulkan harta. Silakan teruskan usaha dan bisnis Anda. Mengumpulkan harta untuk dapat berbagi dengan orang lain adalah tindakan mulia. Tapi, jangan pernah lupa akan kekayaan yang tidak ternilai dalam jiwa Anda sendiri. Jarang ada orang yang kaya secara fisik dan masih memelihara ketentraman batin.
Biasanya kesibukan dengan dunia luar membuat kita lupa pada dunia dalam. Banyak orang kaya yang sebenarnya sangat menderita. Orang-orang ini sering berpura-pura bahagia di depan kamera televisi. Padahal, mereka selalu resah dan dibayangi ketakutan sepanjang hidupnya.
Kekayaan fisik sering membuat kita terputus dari sumber kebahagiaan yang sejati. Kita kehilangan akses dengan jiwa kita beserta kekayaan yang terpendam di dalamnya. Padahal, kekayaan ini tidak terbatas dan dapat Anda akses kapanpun Anda mau. Di dalam jiwa inilah bersemayam sumber segala kebahagiaan. Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
***
Arvan Pradiansyah, penulis buku You Are A Leader!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar