Di antara kaedah fikih yang menunjukkan kemudahan yang Islam berikan adalah ketika datang kesulitan, maka Islam memberikan kemudahan. Ketika sakit, tidak bisa shalat sambil berdiri, maka boleh shalat sambil duduk. Ketika wanita datang bulan, maka shalat gugur darinya. Ketika kita bersafar, kita diberi keringanan mengerjakan shalat 4 raka’at menjadi 2 raka’at, artinya mengerjakannya secara qoshor.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata,
وَمِنْ قَوَاعِدِ الشَّرِيْعَةِ التَّيْسِيْرُ
فِي كُلِّ أَمْرٍ نَابَهُ تَعْسِيْرٌ
Di antara kaedah syari’at adalah memberikan kemudahan,
Yaitu kemudahan ketika datang kesulitan.
Maksud dari kaedah di atas: di antara hikmah dan rahmat Allah, apabila datang sesuatu kesulitan, maka syari’at diperingan dan dipermudah.
Dalil-Dalil Pendukung
Kaedah ini berasal dari beberapa ayat di antaranya,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6)
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Asy Syarh: 5-6).
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al Baqarah: 185).
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.”(QS. An Nisa’: 28).
Sebagai pendukung juga dari hadits,
يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا
“Buatlah mudah, jangan mempersulit”. (HR. Bukhari no. 69 dan Muslim no. 1734).
Dalam hadits lain disebutkan,
فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
“Kalian diutus untuk mempermudah dan kalian tidaklah diutus untuk mempersulit”. (HR. Bukhari no. 220).
Dalil-dalil yang ada menunjukkan:
1- Kesulitan dinafikan dalam syari’at.
2- ‘Illah (sebab) sebagian hukum syar’i diperintahkan adalah untuk mempermudah.
3- Setelah ditelaah, setiap hukum syar’i itu mudah untuk dijalankan dan terdapat maslahat bagi hamba, inilah nikmat Allah.
Al ‘Usru Sabab lit Taysiir
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menggunakan lafazh ‘usru, bukan menggunakanmasyaqqoh. Padahal kebanyakan fuqoha menggunakan lafazh,
المشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرُ
“Masyaqqoh mendatangkan kemudahan.” Ibarat yang dipakai Syaikh As Sa’di lebih tepat karena beberapa alasan:
1- Dalil syar’i menunjukkan peniadaan ‘usru (kesulitan), bukan peniadaan masyaqqoh(merasa berat atau susah). Ada beda antara ‘usru (kesulitan) dan masyaqqoh (merasa berat). Masyaqqoh itu pasti ditemui dalam setiap amalan dan ‘usru tidak mesti. Bangun pagi untuk shalat Shubuh, itu masyaqqoh (sesuatu yang berat), bukan ‘usru. Sehingga bukan sebab tidak bisa bangun pagi karena mendapati masyaqqoh (berat), maka tidak ada shalat Shubuh, ini bukan maksudnya.
2- Hukum syar’i yang dijalankan pasti ada masyaqqoh di dalamnya. Jihad pasti berat, amar ma’ruf juga pasti berat. Begitu pula shalat di dalamnya pun ada masyaqqoh karena AllahTa’ala berfirman,
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.” (QS. Al Baqarah: 45). Namunmasyaqqoh di sini tidak mesti selalu ada. Atau masyaqqoh itu masih mampu dipikul, atau pula masyaqqoh tersebut masih kalah dengan maslahat yang lebih besar.
3- Masyaqqoh itu tidak ada patokannya.
Jadi kaedah yang lebih tepat adalah,
العُسْرُ سَبَبٌ لِلتَّيْسِيْر
“Kesulitan sebab datangnya kemudahan.”
Atau seperti ibarat yang diungkapkan oleh Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm,
إِذَا ضَاقَ الأَمْرُ اِتَّسَعَ
“Jika perkara itu sempit, maka jadilah lapang.”
Kesulitan Apa Saja yang Mendatangkan Kemudahan?
1- Sakit: ada keringanan untuk tidak puasa.
2- Safar: menyebabkan bolehnya mengqoshor shalat (mengerjakan shalat 4 raka’at menjadi 2 raka’at).
3- Naqsh (kekurangan): orang yang gila dan anak kecil ada keringanan dalam beberapa hukum syari’at yang tidak diwajibkan bagi mereka; wanita haidh gugur dalam melaksanakan shalat dan thowaf wada’.
4- Karena tidak tahu, dipaksa, keliru, maka dimaafkan.
Bukan Menyusahkan Diri
Perlu dipahami bahwa syari’at tidaklah memaksudkan kita bersusah-susah dalam ibadah. Jadi janganlah kesusahan itu yang dicari. Kalau bisa mudah dilakukan, janganlah dipersulit. Misalnya jika ada yang ingin berhaji dengan berjalan kaki dari negerinya, maka ini tidak dituntut oleh syari’at karena ada sarana yang mudah yang bisa ditempuh.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pahala yang engkau peroleh sesuai kadar kesusahanmu.” (Muttafaqun ‘alaih). Yang dimaksud di sini, kita harus mencari kepayahan dalam beribadah. Yang mendapatkan pahala adalah kecapekan yang dihasilkan dari ibadah yang tidak dicari-cari oleh hamba.
Cara Syari’at Memberi Kemudahan
Syari’at dalam memberi kemudahan menempuh beberapa cara, di antaranya:
- - Menggugurkan suatu yang wajib. Contoh: Gugurnya shalat bagi wanita haidh.
- - Mengurangi suatu yang wajib. Contoh: Shalat bagi musafir dengan cara diqoshor.
- - Mengganti wajib dengan yang lain. Contoh: Tayamum sebagai ganti dari wudhu.
- - Mendahulukan yang wajib. Contoh: Mendahulukan zakat (sedekah wajib), mendahulukan shalat Jama’ah.
- - Mengakhirkan yang wajib. Contoh: Musafir mengqodho’ puasa setelah Ramadhan.
Semoga Allah senantiasa memberikan kepada kita ilmu yang bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Referensi:
Al Qowa’idul Fiqhiyah, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Darul Haromain, tahun 1420 H.
Syarh Al Manzhumatus Sa’diyah fil Qowa’id Al Fiqhiyyah, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy Syatsri, terbitan Dar Kanuz Isybiliya, cetakan kedua, 1426 H.
@ Sakan 27, Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 11 Muharram 1434 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar